Sebelum saya membahas tuntas hal ini, saya
copy paste dulu dalih dari orang Nasrani di situs gapurawahyu wordpress
yang judulnya “Natal: Hari raya Umat Kristiani dan Islam” berikut isi
kutipannya :
“Merenungkan hari Natal secara lebih jauh, seperti halnya dalam agama
Islam yang sebagian juga merayakan hari kelahiran nabi Muhammad dengan
hari raya Maulid Nabi, mengingat bahwa Isa
Al Masih juga diakui oleh penganut agama Islam sebagai nabi umat Islam,
maka hari raya kelahiran Isa Al Masih patut diapresiasi sebagai hari
raya bagi umat Kristiani maupun umat Islam. Sebab seperti dalam Surat
Maryam: 33,“ Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari
aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan
hidup kembali.”Kiranya ayat ini bisa ditafsirkan sebagai ucapan Selamat
Natal, yang berarti bisa juga dijadikan dasar bagi umat Islam untuk
merayakan hari kelahiran Isa Al Masih. Dari pemikiran ini, maka
sebenarnya tidak ada alasan bagi umat Islam untuk mengharamkan ucapan
Selamat Natal. Ucapan Selamat Natal ada dalilnya bahkan bukan saja untuk
diucapkan kepada umat Kristiani, tetapi juga dapat diucapkan kepada
sesama umat Muslim, atau sebaliknya dari umat Kristiani kepada umat
Muslim”
Demikian saya nukil tulisan mereka, untuk lebih lanjut saya akan
kupas tuntas berdasarkan dalil. ada beberapa point yang akan saya bahas :
Natal (dari bahasa Portugis yang berarti “kelahiran”) adalah hari
raya umat Kristen yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristiani pada
tanggal 25 Desember untuk MEMPERINGATI HARI KELAHIRAN YESUS. Natal
dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember; dan kebaktian
pagi tanggal 25 Desember. Ada juga gereja Ortodoks merayakan Natal pada
tanggal 6 Januari
POINT PERTAMA : Memperingati Ulang Tahun Kelahiran Yesus. Apakah
peringatan hari ulang tahun kelahiran yang disebut dalam Alkitab ?
Kej. 40:20-22: ”Ternyata hari yang ketiga adalah hari lahir Firaun,
ia mengadakan pesta, Maka dikembalikannya pengawas juru minuman pada
kedudukannya sebagai juru minuman. Tetapi pengawas juru roti
digantungnya.”
Mat. 14:6-10: ”Sewaktu hari lahir Herodes sedang dirayakan, anak
perempuan Herodias menari pada kesempatan itu dan begitu menyenangkan
hati Herodes sehingga ia berjanji dengan sumpah akan memberikan kepada
dia apa pun yang dimintanya”
Bagaimana umat Kristen masa awal dan orang-orang Yahudi pada zaman Alkitab memandang perayaan hari ulang tahun?”
Gagasan mengenai pesta hari ulang tahun sama sekali tidak ada dalam pikiran umat Kristen masa ini pada umumnya.”
—The History of the Christian Religion and Church, During the Three
First Centuries (New York, 1848), Augustus Neander(diterjemahkan oleh
Henry John Rose), hlm. 190.
”Orang-orang Ibrani yang belakangan memandang perayaan hari ulang
tahun sebagai bagian dari ibadat yang bersifat berhala, suatu pandangan
yang sangat ditegaskan oleh pandangan mereka terhadap perayaan-perayaan
umum yang berkaitan dengan hari itu.”
—The Imperial Bible-Dictionary (London, 1874), diedit oleh Patrick Fairbairn, Jil. I, hlm. 225.
Apa asal usul kebiasaan-kebiasaan populer yang berkaitan dengan perayaan hari ulang tahun?
”Berbagai kebiasaan yang dilakukan orang-orang dewasa ini dalam
merayakan hari ulang tahun mereka, mempunyai sejarah yang panjang. Asal
usulnya ialah dari alam gaib dan agama. Kebiasaan memberikan ucapan
selamat, memberikan hadiah dan merayakannya, lengkap dengan lilin-lilin
yang dinyalakan pada zaman dahulu dimaksudkan untuk melindungi orang
yang berulang tahun dari hantu-hantu dan menjamin keselamatannya untuk
tahun yang mendatang. Sampai abad keempat kekristenan menolak perayaan
hari ulang tahun, menganggapnya sebagai kebiasaan kafir.”[Schwäbische
Zeitung (majalah tambahan untuk Zeit und Welt), 3/4 April 1981, hlm. 4]
”Orang-orang Yunani percaya bahwa setiap orang mempunyai roh
pelindung atau daemon yang hadir pada saat kelahirannya dan menjaga dia
selama hidupnya. Roh ini mempunyai hubungan mistik dengan ilah yang hari
kelahirannya sama dengan orang yang merayakan hari ulang tahun itu.
Orang-orang Romawi juga menganut gagasan ini. Gagasan ini dibawa serta
dalam kepercayaan dan tercermin dalam malaikat pelindung, peri yang
menjadi ibu wali (godmother) dan santo pelindung. Kebiasaan menyalakan
lilin pada kue dimulai oleh orang-orang Yunani. Kue-kue madu yang bulat
seperti bulan dan diterangi dengan lilin-lilin kecil ditaruh di altar
kuil [Artemis]. Lilin ulang tahun, dalam kepercayaan rakyat, mengandung
kegaiban istimewa yang dapat mengabulkan permohonan. Lilin-lilin kecil
yang dinyalakan dan api persembahan mempunyai makna mistik yang istimewa
sejak manusia pertama kali mendirikan altar-altar untuk ilahnya. Jadi,
lilin ulang tahun merupakan suatu penghormatan kepada anak yang berulang
tahun dan mendatangkan keberuntungan. Ucapan selamat ulang tahun dan
harapan semoga bahagia tidak terpisahkan dari hari perayaan
ini.Mula-mula gagasan ini berasal dari ilmu gaib. Ucapan selamat ulang
tahun mempunyai kuasa untuk kebaikan atau malapetaka karena seseorang
lebih dekat kepada dunia roh pada hari ini.”
[The Lore of Birthdays (New York, 1952), Ralph dan Adelin Linton, hlm. 8, 18-20].
Natal (Peringatan Ultah Yesus) adalah acara ritual yang berasal dari
Babilonia kuno yang saat itu puluhan abad yang lalu, belum mengenal
agama yang benar, dan akhirnya terwariskan sampai sekarang ini. Di
Mesir, jauh sebelum Yesus dilahirkan, setiap tahun mereka merayakan
kelahiran anak Dewi Isis (Dewi langit) yang mereka percaya lahir pada
tanggal 25 Desember.Para murid Yesus dan orang-orang Kristen yang hidup
pada abad pertama, tidak pernah sekalipun mereka merayakan Natal sebagai
hari kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember. Dalam Alkitab/Bible,
tidak ditemukan walau satu ayatpun Tuhan/ Allah maupun Yesus yang
memerintahkan untuk merayakan Natal, sebab perayaan setiap tanggal 25
Desember, adalah perayaan agama Paganis (penyembah berhala) yang
dilestarikan oleh umat Kristiani
Peringatan Natal baru tercetus pada abad 4 Masehi oleh Paus Liberius,
yang ditetapkan tanggal 25 Desember, sekaligus menjadi momentum
penyembahan Dewa Matahari, yang kadang juga diperingati pada tanggal 6
Januari, 18 Oktober, 28 April atau 18 Mei. Oleh Kaisar Konstantin,
tanggal 25 Desember tersebut akhirnya disahkan sebagai kelahiran Yesus
(Natal)
Sumber dari Kristen sendiri, banyak yang menolak Natal, contoh sebagai berikut :
Catholic Encyclopedia, edisi 1911 tentang Chrismas:
“Natal bukanlah upacara gereja yang pertama, melainkan ia diyakini
berasal dari Mesir, perayaan yang diselenggarakan oleh para penyembah
berhala dan jatuh pada bulan Januari, kemudian dijadikan hari kelahiran
Yesus.” Dalam buku yang sama, tentang “Natal Day” dinyatakan sebagai
berikut: “Di dalam kitab suci tidak ada seorangpun yang mengadakan
upacara atau menyelenggarakan perayaan untuk merayakan hari kelahiran
Yesus. Hanyalah orang-orang kafir saja (seperti Fir’aun dan Herodes)
yang berpesta pora merayakan hari kelahirannya ke dunia ini.”
Encyclopedia Britanica, edisi 1946 menyatakan:
“Natal bukanlah upacara gereja abad pertama, Yesus Kristus atau para
muridnya tidak pernah menyelenggarakannya, dan Bible juga tidak pernah
menganjurkannya. Upacara ini diambi oleh gereja dari kepercayaan kafir
penyembah berhala.’
Kelahiran Nabi Yesus menurut Alkitab :
Lukas:
22:1. Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia.
2:2 Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria.
2:3 Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-masing di kotanya sendiri.
2:4 Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke
kota Daud yang bernama Betlehem, –karena ia berasal dari keluarga dan
keturunan Daud.
2:5 supaya didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya, yang sedang mengandung.
2:6 Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin,
2:7 dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu
dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena
tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.
2:8. Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam.
Jadi, menurut Bibel, Yesus lahir pada masa kekuasaan Kaisar Agustus
yang saat itu sedang melaksanakan sensus penduduk (tahun 7 M = 579
Romawi). Yusuf, tunangan Maria Ibu Yesus berasal dari Betlehem, maka
mereka bertugas ke sana, dan lahirlah Yesus di Betlehem, anak sulung
Maria. Maria membungkusnya dengan kain lampin dan membaringkannya dalam
palungan (tempat makanan sapi, domba yang terbuat dari kayu). Peristiwa
itu terjadi pada malam hari dimana gembala sedang menjaga kawanan ternak
mereka di padang rumput.Matius 2:1, 10, 11:”Sesudah Yesus dilahirkan di
Betlehem di tanah Yudea pada zaman Herodus, datanglah orang-orang Majus
dari Timur ke Yerusalem. Ketika mereka melihat bintang itu, sangat
bersuka citalah mereka””Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan
melihat anak itu bersama Maria, ibunya”Jadi menurut Matius, Yesus lahir
dalam masa pemerintahan raja Herodus yang disebut Herodus Agung yang
memerintahkan tahun 37 SM – 4 M (749 Romawi), ditandai dengan
bintang-bintang yang terlihat oleh orang-orang Majusi dari Timur.
Cukup jelas pertentangan kedua Injil tersebut (Lukas 2:1-8 dan Matius
2:1, 10, 11) dalam menjelaskan kelahiran Yesus. Namun begitu keduanya
menolak kelahiran Yesus tanggal 25 Desember. Penggambaran kelahiran yang
ditandai dengan bintang-bintang di langit dan gembala yang sedang
menjaga kawanan domba yang dilepas bebas di padang rumput beratapkan
langit dengan bintang-bintangnya yang gemerlapan, menunjukkan kondisi
musim panas sehingga gembala berdiam di padang rumput dengan domba-domba
mereka pada malam hari untuk menghindari sengatan matahari. Sebab jelas
25 Desember adalah musim dingin. Sedang suhu udara di kawasan Palestina
pada bulan Desember itu sangat rendah sehingga salju merupakan hal
tidak mustahil.
Bacalah kutipan ayat di bawah ini. Allah Ta’ala berfirman
,فَحَمَلَتْهُ فَانْتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا قَصِيًّا (22) فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى
جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ
نَسْيًا مَنْسِيًّا (23) فَنَادَاهَا مِنْ تَحْتِهَا أَلَّا تَحْزَنِي قَدْ
جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا (24) وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ
النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا (25)“
Maka Maryam mengandungnya, lalu ia mengasingkan diri dengan
kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan
anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata:
‘Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang
yang tidak berarti, lagi dilupakan.’ Maka Jibril menyerunya dari tempat
yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah
menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu
ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak
kepadamu.” (QS. Maryam: 22-25)
Kutipan ayat di atas menunjukkan bahwa Maryam mengandung Nabi ‘Isa
‘alahis salam pada saat kurma sedang berbuah. Dan musim saat kurma
berbuah adalah musim panas. Jadi selama ini natal yang diidetikkan
dengan musim dingin (winter), adalah suatu hal yang keliru.
POINT KEDUA : Intinya mereka menginginkan agar Kelahiran Nabi Isa
‘alahis sallam, dirayakan bersama oleh umat islam dan kristen, meraka
beralasan dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad.
Para Nabi termasuk Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dan
Nabi Isa ‘alaihis sallam, tidak pernah memperingati Hari Ulang Tahunnya,
dan menyuruh memperingati hari Ulang Tahun Kelahiran
Pada hakikatnya para ahli sejarah berselisih pendapat dalam
menentukan sejarah kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, terutama
yang terkait dengan bulan, tanggal, hari, dan tempat di mana Nabi
shallallahu ‘alahi wa sallam dilahirkan.
Pertama: Bulan kelahiran
Pendapat yang paling masyhur, beliau dilahirkan di bulan Rabi’ul Awal.
Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama. Bahkan dikatakan oleh Ibnul
Jauzi sebagai kesepakatan ulama. Klaim ijma’ ini tidak benar. Karena
banyak pendapat lain yang menegaskan di luar Rabi’ul Awal.Diantara
pendapat lainnya, beliau dilahirkan di bulan Safar, Rabi’ul Akhir, dan
bahkan ada yang berpendapat beliau dilahirkan di bulan Muharram tanggal
10 (hari Asyura). Kemudian sebagian yang lain berpendapat bahwa beliau
lahir di bulan Ramadlan. Karena bulan Ramadlan adalah bulan di mana
beliau mendapatkan wahyu pertama kali dan diangkat sebagai nabi.
Pendapat ini bertujuan untuk menggenapkan hitungan 40 tahun usia beliau
shallallahu ‘alahi wa sallam ketika beliau diangkat sebagai nabi.
Sebagaimana keterangan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,“Rasulullah
shallallahu ‘alahi wa sallam tidak terlalu tingi dan tidak pendek…..
Allah mengutusnya di awal usia 40 tahun. Kemudian tinggal di Mekah
selama 10 tahun.” (HR. Bukhari & Muslim).
Kedua: Tanggal kelahiran
Disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa Nabi
shallallahu ‘alahi wa sallam pernah ditanya tentang puasa hari senin.
Kemudian beliau menjawab: “Hari senin adalah hari dimana aku dilahirkan
dan peryama kali aku mendapat wahyu.” Akan tetapi para ahli sejarah
berbeda pendapat tentang tanggal berapa Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam dilahirkan. Di antara pendapat yang disampaikan adalah: Hari
senin Rabi’ul Awal (tanpa ditentukan tanggalnya), tanggal 2 Rabi’ul
Awal, tanggal 8, 10, 12, Rabiul Awal, dan 8 hari sebelum habisnya bulan
Rabi’ul Awal. Sedangkan Agama Syi’ah meyakini bahwa Nabi Muhammad lahir
tanggal 17 Rabi’ul Awal.
Pendapat yang lebih kuat
Berdasarkan penelitian ulama ahli sejarah Muhammad Sulaiman
Al-Mansurfury dan ahli astronomi Mahmud Basya, disimpulkan bahwa hari
senin pagi yang bertepatan dengan permulaan tahun dari peristiwa
penyerangan pasukan gajah dan 40 tahun setelah kekuasaan Kisra
Anusyirwan atau bertepatan dengan 22 april tahun 571, hari senin
tersebut bertepatan dengan tanggal 9 Rabi’ul Awal. (ar-Rahiqum
al-Makhtum, al-Mubarakfuri).
Tanggal Wafatnya Beliau
Para ulama ahli sejarah menyatakan bahwa beliau meninggal pada hari
senin tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun 11 H dalam usia 63 tahun lebih empat
hari. (ar-Rahiqum al-Makhtum, al-Mubarakfuri).
Satu catatan penting yang perlu kita perhatikan dari dua kenyataan
sejarah di atas. Antara penentuan tanggal kelahiran Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam dan tanggal wafatnya beliau shallallahu ‘alahi wa
sallam. Kenyataan ini menunjukkan bahwa para ulama tidak banyak
memberikan perhatian terhadap tanggal kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi
wa sallam. Karena penentuan kapan beliau dilahirkan sama sekali tidak
terkait dengan hukum syari’at.
Beliau dilahirkan tidak langsung menjadi nabi, dan belum ada wahyu
yang turun di saat beliau dilahirkan. Beliau baru diutus sebagai seorang
nabi di usia 40 tahun lebih 6 bulan. Hal ini berbeda dengan hari
wafatnya Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, seolah para ulama sepakat
bahwa hari wafatnya beliau adalah tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H. Hal
ini karena wafatnya beliau berhubungan dengan hukum syari’at. Wafatnya
beliau merupakan batas berakhirnya wahyu Allah yang turun. Sehingga
tidak ada lagi hukum baru yang muncul setelah wafatnya beliau
shallallahu ‘alahi wa sallam.
Sehingga ada satu pertanyaan yang layak kita renungkan, tanggal 12
Rabi’ul Awal itu lebih dekat sebagai tanggal kelahiran Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam ataukah tanggal wafatnya Beliau shallallahu ‘alahi wa
sallam?? Melihat pendekatan ahli sejarah di atas, tanggal 12 Rabi’ul
Awal lebih dekat dengan wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallam. Dalam masalah tanggal kelahiran, para ulama ahli sejarah
berselisih pendapat, sementara dalam masalah wafatnya penulis ar-Rahiqum
al-Makhutm tidak menyebutkan adanya perselisihan.
Memahami hal ini, setidaknya kita bisa renungkan, tanggal 12 Rabi’ul
Awal yang diperingati sebagai hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam pada hakikatnya lebih dekat pada peringatan hari wafatnya Nabi
yang mulia Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam dibanding peringatan
hari kelahiran beliau.
Sejarah Kelam Maulid Nabi
Yang pertama melaksanakan Ritual Ultah Nabi Muhammad, adalah Agama
Syi’ah Bathiniyah, mereka adalah pengikut Ubaid Al Qodah. Ubaid Al Qodah
itu keturunan Yahudi yang merusak ajaran islam. Pengikutnya memberi
gelar al-Mahdi al-Muntadhor (al-Mahdi yang dinantikan kedatangannya).
Kelompok ini memiliki paham Syi’ah yang menentang ahlu sunnah, dari
sejak didirikan sampai masa keruntuhannya. Berkuasa di benua Afrika
bagian utara selama kurang lebih dua abad. Dimulai sejak keberhasilan
mereka dalam meruntuhkan daulah Bani Rustum tahun 297 H dan diakhiri
dengan keruntuhan mereka di tangan daulah Salahudin al-Ayyubi pada tahun
564 H. (ad-Daulah al-Fathimiyah karya Ali Muhammad ash-Shalabi)
Ajaran mereka menyimpang dari islam, diantaranya mereka menganggap
Ibadah Haji bukan bagian dari Rukun Islam, Oleh karena itu, pada musim
haji tahun 317 H kelompok ini melakukan kekacauan di tanah haram dengan
membantai para jamaah haji, merobek-robek kain penutup pintu ka’bah, dan
merampas hajar aswad serta menyimpannya di daerahnya selama 22 tahun.
(al-Bidayah wa an-Nihayah karya Ibn Katsir, 11:252).
Para ulama ahlus sunnah telah menegaskan status kafirnya bani ini.
Karena aqidah mereka yang menyimpang. Para ulama menegaskan tidak boleh
bermakmum di belakang mereka, tidak boleh menshalati jenazah mereka,
tidak boleh adanya hubungan saling mewarisi di antara mereka, tidak
boleh menikah dengan mereka, dan sikap-sikap lainnya sebagaimana yang
selayaknya diberikan kepada orang kafir. Diantara ulama Ahlus Sunnah
yang sezaman dengan mereka dan secara tegas menyatakan kekafiran mereka
adalah Syaikh Abu Ishaq as-Siba’i. Bahkan beliau mengajak untuk
memerangi mereka. Syaikh Al Faqih Abu Bakr bin Abdur Rahman al-Khoulani
menceritakan:“Syaikh Abu Ishaq bersama para ulama lainnya pernah ikut
memerangi bani Aduwillah (Bani Ubaidiyah) bersama bersama Abu Yazid.
Beliau memberikan ceramah di hadapan tentara Abu Yazid: ‘Mereka mengaku
ahli kiblat padahal bukan ahli kiblat, maka kita wajib bersama pasukan
ini yang merupakan ahli kiblat untuk memerangi orang yang bukan ahli
kiblat (yaitu Bani Ubaidiyah)…’”Diantara ulama yang ikut berperang
melawan Bani Ubaidiyah adalah Abul Arab bin Tamim, Abu Abdil Malik
Marwan bin Nashruwan, Abu Ishaq As Siba’i, Abul Fadl, dan Abu Sulaiman
Rabi’ al-Qotthan. (ad-Daulah al-Fathimiyah karya Ali Muhammad
ash-Shalabi).
Jikalau ada sebagian orang muslim yang memperingati Maulid Nabi
Muhammad, mereka mungkin belum faham sejarah Nabi dan ajaran islam,
karena ritual ibadah dalam islam itu harus mengikut Ajaran Rasulullah
sesuai pemahaman Para Sahabat. Islam hanya terdapat 2 hari Raya, Yaitu
Idul Fitri dan Idul Adha..
Setelah Rasulullah meninggal dunia, para Sahabat Rasulullah, Para Ulama 4
Imam Madzhab, tidak pernah memperingati kelahiran Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyuruh memperingati Maulid Nabi.
Jikalau kita bikin amalan/ritual baru dalam agama islam, itu namanya
Bid’ah dalam agama. Semua bid’ah dalam hal agama merupakan perbuatan
tercela dan dibenci Allah, walaupun manusia menganggapnya baik. Apalagi
menambah ajaran baru meniru orang kafir, Rasulullah bersabda : Allah
membenci orang yang melakukan perbuatan Jahiliyah dalam Islam” (HR
Bukhari).
Bisa saja misalkan membuat Maulid Nabi Ibrahim ‘alahis sallam. Ada
dalilnya lahir tanggal 10 Muharam. Tapi memperingati Hari Ulang Tahun
itu tidak diajarkan oleh Rasulullah. Jikalau pun kita bikin ritual
maulid Nabi Ibrahim, itu terlarang, karena Nabi Muhammad adalah manusia
terakhir yang diberi Wahyu oleh Allah, kalau kita bikin ritual tersebut
sama saja kita membuat Syari’at baru.
POINT KETIGA : Intinya mereka ingin umat islam mengucapkan selamat
buat mereka, karena telah merayakan Natal, dengan menukil Surat Maryam
ayat 33
وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا“
Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku (Isa ‘alaihissalam), pada
hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku
dibangkitkan hidup kembali” (QS. Maryam: 33)
Mari kita lihat pemahaman para ahli tafsir mengenai ayat ini:
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan: “dalam ayat ini ada penetapan
ubudiyah Isa kepada Allah, yaitu bahwa ia adalah makhluk Allah yang
hidup dan bisa mati dan beliau juga akan dibangkitkan kelak sebagaimana
makhluk yang lain. Namun Allah memberikan keselamatan kepada beliau pada
kondisi-kondisi tadi (dihidupkan, dimatikan, dibangkitkan) yang
merupakan kondisi-kondisi paling sulit bagi para hamba. Semoga
keselamatan senantiasa terlimpah kepada beliau” (Tafsir Al Qur’an Al
Azhim, 5-230)
Al Qurthubi menjelaskan: “[Dan keselamatan semoga dilimpahkan
kepadaku] maksudnya keselamatan dari Allah kepadaku -Isa-. [pada hari
aku dilahirkan] yaitu ketika di dunia (dari gangguan setan, ini pendapat
sebagian ulama, sebagaimana di surat Al Imran). [pada hari aku
meninggal] maksudnya di alam kubur. [dan pada hari aku dibangkitkan
hidup kembali] maksudnya di akhirat. karena beliau pasti akan melewati
tiga fase ini, yaitu hidup di dunia, mati di alam kubur, lalu
dibangkitkan lagi menuju akhirat. Dan Allah memberikan keselamatan
kepada beliau di semua fase ini, demikian yang dikemukakan oleh Al
Kalbi” (Al Jami Li Ahkamil Qur’an, 11/105)
Ath Thabari rahimahullah menjelaskan: “Maksudnya keamanan dari Allah
terhadap gangguan setan dan tentaranya pada hari beliau dilahirkan yang
hal ini tidak didapatkan orang lain selain beliau. Juga keselamatan dari
celaan terhadapnya selama hidupnya. Juga keselamatan dari rasa sakit
ketika menghadapi kematian. Juga keselataman kepanikan dan kebingungan
ketika dibangkitkan pada hari kiamat sementara orang-orang lain
mengalami hal tersebut ketika melihat keadaan yang mengerikan pada hari
itu” (Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Qur’an, 18/193)
Al Baghawi rahimahullah menjelaskan: “[Dan keselamatan semoga
dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan] maksudnya keselamatan
dari gangguan setan ketika beliau lahir. [pada hari aku meninggal]
maksudnya keselamatan dari syirik ketika beliau wafat. [dan pada hari
aku dibangkitkan hidup kembali] yaitu keselamatan dari rasa panik”
(Ma’alimut Tanzil Fi Tafsiril Qur’an, 5/231)
Dalam Tafsir Al Jalalain (1/399) disebutkan: “[Dan keselamatan] dari
Allah [semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari
aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali]“
As Sa’di menjelaskan: “Maksudnya, atas karunia dan kemuliaan
Rabb-nya, beliau dilimpahkan keselamatan pada hari dilahirkan, pada hari
diwafatkan, pada hari dibangkitkan dari kejelekan, dari gangguan setan
dan dari dosa. Ini berkonsekuensi beliau juga selamat dari kepanikan
menghadapi kematian, selamat dari sumber kemaksiatan, dan beliau
termasuk dalam daarus salam. Ini adalah mu’jizat yang agung dan bukti
yang jelas bahwa beliau adalah Rasul Allah, hamba Allah yang sejati”
(Taisir Kariimirrahman, 1/492)
Demikianlah penjelasan para ahli tafsir, yang semuanya menjelaskan
makna yang sama garis besarnya. Tidak ada dari mereka yang memahami ayat
ini sebagai dari bolehnya mengucapkan selamat kepada hari raya orang
nasrani apalagi memahami bahwa ayat ini dalil disyariatkannya
memperingati hari lahir Nabi Isa ‘alaihis salam.Oleh karena itu, kepada
orang yang berdalil bolehnya ucapan selamat natal atau bolehnya natalan
dengan ayat ini, berikut beberapa poin sanggahannya:
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang menerima ayat ini dari
Allah tidak pernah memahami bahwa ayat ini membolehkan ucapkan selamat
kepada hari raya orang nasrani atau bolehnya merayakan hari lahir Nabi
Isa ‘alahissalam. Dan beliau juga tidak pernah melakukannya.
Para sahabat Nabi yang ada ketika Nabi menerima ayat ini dari Allah
pun tidak memahami demikian. Ayat ini bukti penetapan ubudiyah Isa
‘alaihis salam kepada Allah. Karena beliau hidup sebagaimana manusia
biasa, bisa mati, dan akan dibangkitkan pula di hari kiamat sebagaimana
makhluk yang lain. Dan beliau mengharap serta mendapat keselamatan
semata-mata hanya dari Allah Ta’ala. Ini semua bukti bahwa beliau adalah
hamba Allah, tidak berhak disembah. Sehingga ayat ini justru
bertentangan dengan esensi ucapan selamat natal dan ritual natalan itu
sendiri, yang merupakan ritual penghambaan dan penyembahan terhadap Isa
‘alaihissalam. Jadi tidak mungkin ayat ini menjadi dalil ucapan selamat
natal atau natalan.
Para ulama menafsirkan السَّلامُ (as salaam) di sini maknanya adalah ‘keselamatan dari Allah‘, bukan ucapan selamat.
Baik, katakanlah kita tafsirkan ayat ini dengan akal-akalan cetek
kita, kita terima bahwa السَّلامُ (as salaam) di sini maknanya ucapan
selamat. Lalu kepada siapa ucapan selamatnya? السَّلامُ عَلَيَّ ‘as
salaam alayya (kepadaku)’, berarti ucapan selamat seharusnya kepada Nabi
Isa ‘alaihissalam. Bukan kepada orang nasrani.
Baik, andai kita pakai cara otak-atik-gathuk dan tidak peduli
tafsiran ulama, kita terima bahwa السَّلامُ (as salaam) di sini maknanya
ucapan selamat. Lalu kapan diucapkannya? يَوْمَ وُلِدْتُ ‘hari ketika
aku dilahirkan‘, yaitu di hari ketika Nabi Isa dilahirkan. Nah,
masalahnya mana bukti otentik bahwa Nabi Isa lahir tanggal 25 Desember??
Katakanlah ada bukti otentik tentang tanggal lahir Nabi Isa, lalu
masalah lain, ingin pakai penanggalan Masehi atau Hijriah? Pasti akan
berbeda tanggalnya. Berdalil dengan ayat Qur’an, tapi koq dalam kasus
yang sama pakai sistem penanggalan Masehi? Ini namanya tidak konsisten
dalam berdalil.
Pada kitab orang Nasrani sendiri tidak ada bukti otentik dan dalil
landasan perayaan hari lahir Isa ‘alaihissalam. Beliau tidak pernah
memerintahkan umatnya untuk mengadakan ritual demikian. Mengapa sebagian
kaum muslimin malah membela bahwa ritual natalan itu ada dalilnya dari
Al Qur’an, dengan pendalilan yang terlalu memaksakan diri?
Wabillahi at taufiq was sadaad
meskipun di Palestina ada musim salju, tapi Nabi Isa 'Alaihissalam lahir di musim panas. Dan, tak ada pohon cemara di sana :)
BalasHapushttp://seeker401.files.wordpress.com/2013/01/snowinjerusalem.jpg
Jelas sekali, di foto terlihat mendung di siang hari. Apalagi malam harinya. Jangankan di Yerussalem, di daerah Tabuk, Saudi Arabia aja turun salju meskipun gak sepadat salju di Eropa.
http://img.ibtimes.com/www/data/images/full/2012/03/06/244300-snowing-in-the-middle-east.jpg
http://s1.reutersmedia.net/resources/r/?m=02&d=20120305&t=2&i=578697066&w=&fh=&fw=&ll=600&pl=390&r=2012-03-05T143025Z_01_GM1E8331LZ401_RTRRPP_0_SAUDI-ARABIA
Bulan Desember di Madinah Al Munawaroh suhunya bisa 13 derajat celcius. Di Tabuk suhunya bisa 5 derajat celcius.